10 tahun kemudian: Reuni, menjadi dewasa dan saat orang biasa mengambil tindakan

English translation available here

Bukanlah hal yang lazim mendengar cerita tentang teman lama yang bersatu kembali dalam lingkungan kantor. Pada hari cerita ini diceritakan, aku kebetulan sedang ada di Shopee Indonesia (perjalanan bisnis pertamaku!). Aku langsung tahu ini adalah cerita yang mau aku kejar.

Jessica Sihite dan Jeannifer Suryajaya adalah, Internal Communications Senior Associate dan Head of Partnerships. Mereka mengenal satu dengan yang lain dari 10 tahun yang lalu di bangku SMA. Jessica pada saat itu adalah seorang murid dan Jeannifer adalah gurunya. Melalui pengalaman SMA yang penuh dengan warna, mereka berdua menemukan sinergi yang sangat unik. Berbicara dengan mereka itu terasa seperti berada di tengah-tengah seorang kakak dan adik.

Kita menemukan area di kantor yang sangat nyaman, lalu kita mulai membicarakan beberapa hal – pengalaman SMA (termasuk saat-saat Jessica pernah dihukum), politik, uang dan juga harga sebuah pendidikan yang baik. Kedua wanita ini juga percaya akan hal-hal yang sama bahwa sebuah hal yang kecil bisa berdampak sangat besar.

Yuk lihat perbincangan kami dibawah ini!

Jeannifer (kiri) and Jessica (kanan) di acara Batik Day di SMA

Jocelyn Kaylee: Hi Jessica, aku dengar kamu panggil Jeannifer “Miss Jean” barusan, kok bisa?

Jessica: Haha! Jeannifer dulu adalah Teaching Assistant (TA) aku di SMA, dan kita semua panggil dia “Miss Jean”. Susah sih untuk merubahnya, sudah menjadi kebiasaan aku dari dulu. Teman-teman ku juga masih memanggilnya dengan panggilan yang sama kok.

Jeannifer: Nah, kamu harus rubah lah, kan aku udah bukan TA kamu lagi, kira-kira sudah hampir 10 tahun yang lalu? Oh my goodness.

Jes: 10 tahun? Iya ya? Rasanya masih seperti kemarin saja ya, aku sembunyi di ruangan TA, dan nggak pergi ke hukuman detention. haha!

Yuk, selfie: Jessica dan teman-temannya di hari sekolah seperti biasa

JK: Tunggu dulu, detention? Kamu memang ngapain saja?

Jes: Ah, bukan sesuatu yang menarik…

Jean: Palingan Jessica itu kena hukuman karena terlalu banyak ngomong. Dia itu lucu dan selalu ceria, tapi kadang-kadang karena terlalu banyak ngomong jadi bisa mengganggu kelas. Ya kan, Jess?

Jes: Iya bener banget! Aku inget sih, ada satu guru dulu yang bener-bener blacklist aku karena terlalu banyak ngomong di kelas. Tapi kejadiannya itu agak aneh juga, karena dia nggak menghukum aku sampai minggu depannya. Siapa coba yang seperti itu?

Jessica and teman-teman sekelasnya saat mengikuti kelas matematika extra, dalam persiapan ujian IGCSE

JK: Haha! Sepertinya kamu seseorang yang suka mencari keributan ya! Sekolah pasti rasanya seru dengan adanya kamu! Apalagi hal-hal yang suka kamu lakukan di sekolah?

Jean: Jessica itu adalah kepala gang (gang leader) di grupnya.

Jes: Nggak lah, bukan! Kita itu dulu cupu banget.

Jeannifer sedang memberi bimbingan ke murid-muridnya

Jean: Percaya deh, beneran. Guru tuh biasanya bisa melihat itu. Kamu juga memang cupu sih. Kalian juga selalu sering MSN-messaging aku sewaktu kalian di dalam kelas. Lalu kalian juga sering ngumpet di ruang TA dan tinggal disitu untuk ngobrol lama sekali dibandingkan belajar di dalam kelas. Inget nggak, waktu itu aku harus benar-benar menyuruh kalian untuk keluar dari ruangan TA? Aku yakin, kalian sebenarnya juga tidak balik lagi ke dalam kelas.  

Jes: Haha! Beberapa kelas memang agak aneh. Jujur, dulu memang aku agak susah diatur. Kita semua itu mempunyai karakter yang agak ribut, jadi memang membutuhkan kesabaran khusus untuk menghadapi kita, dan hanya beberapa guru dan TA yang bisa melakukan hal tersebut.

Jeannifer itu adalah salah satu TA yang selalu ada buat kita. Dia selalu menjawab pertanyaan-pertanyaan kita di luar jam sekolah, walaupun itu sudah lewat jam kerja dia. Dia sangat menerima kita dan meluangkan waktunya untuk mendengarkan kita tanpa merendahkan ataupun menghakimi kita. Jadi, tentunya secara alami, kita menjadi dekat dengan dia.

Hal yang selalu diingat: Jeannifer bersama dengan murid-muridnya, termasuk Jessica, di grad trip mereka di Bali.

JK: Wah itu terdengar sangat mengagumkan. Menurutmu bagaimana, Jeannifer?

Jean: Well…  itu hal yang sangat menyenangkan untuk didengar. Aku mau semua murid-muridku pada saat itu untuk lulus dan menjadi anak yang baik. Tidak sangka bahwa pengalaman mereka bersamaku itu meninggalkan kesan yang mendalam bagi mereka. Hatiku sekarang penuh dengan sukacita, karena sepertinya sekarang Jessica sudah benar-benar menjadi dewasa.

Bertukar peran: Jeannifer sebagai murid SMA, bersama dengan kepala sekolahnya dan teman-teman Indonesia lainnya

JK: Menarik bukan, apa yang dapat dilakukan oleh waktu? Ngomong-ngomong, aku penasaran. Jessica berbicara mengenai bagaimana hanya ada beberapa guru yang memberikan fokus khusus kepadanya dan teman-temannya. Apakah kamu mempunyai pendapat lebih lanjut mengenai sistem pendidikan secara keseluruhan, apalagi karena kamu pernah menjadi guru juga?

Jean: Wah ini pertanyaan yang agak sulit. Sekarang ini, jawabanku adalah, hubungan antara pendidikan dan uang itu sungguh hal yang nyata. Walaupun… itu sangat tidak sehat dan sangat merusak sistem yang ada, ini adalah sebuah masalah yang sepertinya sulit untuk diselesaikan.

Pendidikan sebagai kewajiban dan hak istimewa: Jeannifer and teman-temannya yang melewati sistem pendidikan yang nyaman dan terstruktur

JK: Hmm, sungguh menarik kamu membahas pendidikan dan uang disaat yang bersamaan. Apa hubungannya?

Jean: Jadi begini, di sekolah dimana saya mengajar, tempat Jessica belajar, itu adalah sekolah internasional. Sekolah tersebut menuntut harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain, tetapi itu membuat sekolah tersebut dapat memberikan kurikulum, guru-guru, infrastruktur yang lebih baik.

Nah, kebalikannya dengan sekolah lainnya, yang mungkin tidak menuntut harga yang mahal, tetapi yang mereka dapatkan hanyalah fasilitas, pelajaran dan kurikulum yang bahkan bisa dikatakan dibawah rata-rata. Pengalaman bersekolah mereka juga jauh berbeda dibandingkan dengan mereka yang bersekolah di sekolah internasional.

Pulau Miosindi, Papua: Jessica bersama dengan anak-anak lokal, yang karena sistem pendidikan yang buruk, tidak kedatangan guru selama berbulan-bulan

JK: Itu kenyataan yang sangat sedih dan pahit ya.

Jean: Betul sekali. Dan salah satu hal terbesar yang menjadi faktor utama adalah hal ini dikarenakan tidak semua keluarga bisa membayar harga sekolah yang mahal. Kecuali jika ada intervensi keuangan, seperti beasiswa atau sponsor, banyak anak-anak di status sosial ekonomi yang rendah, akan tetap berada disitu karena perkembangan intelektual yang terbatas, kurikulum yang belum di kembangkan secara benar dan yang parahnya adalah potensi yang terhambat. Ini menjadi roda kehidupan yang berputar di satu tempat untuk generasi seterusnya. Dan juga, kesenjangan pendapatan yang sangat besar di Indonesia tidak membantu. Perbedaan di tingkat pendidikan menjadi sesuatu hal yang dianggap wajar dan diwariskan ke generasi berikutnya.

Kampung Passo, North Sulawesi: Jessica mengajarkan beberapa lagu dan bahasa Inggris yang sederhana ke anak-anak lokal

JK: Apakah ada yang melakukan sesuatu hal mengenai ini?

Jean: Jika kamu menanyakan upaya top-down… bisa dikatakan butuh waktu yang cukup lama untuk menemukan solusinya. Tetapi, aku tahu beberapa orang dan organisasi-organisasi yang mempunyai misi yang besar untuk anak-anak dan pendidikan. Upaya bottom-up biasanya lebih bisa dilakukan di Indonesia, dan kehidupan orang dapat berubah karena tindakan orang-orang biasa.

Kampung Waisani, Windesi District, Papua: Jessica dan beberapa sukarelawan membawa akses pendidikan lebih dekat lagi ke anak-anak di sekolah dasar YPK Immanuel, Munggui

JK: “Kehidupan orang dapat berubah karena tindakan orang-orang biasa” – Aku suka itu. Apa ada hal lain yang kalian berdua ingin lakukan untuk merubah hal ini?

Jes: Ya, aku!

JK: Haha! Ok, Jes, boleh coba jelaskan. Mengapa pendidikan bagi keluarga di status sosial ekonomi yang rendah sangat penting untukmu?

Jes: Aku rasa, perjalanan misi ku yang pertama ke Yogyakarta merubah sudut pandangku. Ayahku, seorang pendeta, membawaku kesana untuk membantu mendistribusikan bantuan kepada mereka yang terkena bencana gempa. Itu kira-kira tahun 2006 dan aku berumur hampir 14 tahun. Bahkan pada saat itu, aku bisa melihat perbedaan antara aku dan yang anak-anak seumuranku. Hal yang paling mengena adalah, aku bisa membaca, tetapi sebagian dari mereka tidak bisa. Aku mau melakukan sesuatu terhadap hal tersebut, karena mungkin posisiku pada saat itu memungkinkan untuk memberi bantuan. Tak hanya itu saja, anak-anak yang kutemui, bukan hanya berada di status sosial ekonomi yang rendah, secara geografis, desa mereka berada jauh dari kota, membuat mereka tidak dapat mengakses pendidikan yang setara.

Lebih baik memberi daripada menerima: Jessica membagikan barang-barang distribusi ke anak-anak yang membutuhkan, bersama dengan NGO lokal, Yayasan Indonesia Sejahtera BarokahJK: Wah itu sesuatu hal yang sungguh menarik untuk diperhatikan, terutama buat seorang yang masih berumur 14 tahun. Apa yang menurutmu bisa kamu lakukan untuk masalah-masalah yang kamu lihat?

Jes: Aku mempunyai visi tersendiri, dan itu adalah untuk mendirikan NGO ku sendiri. Seperti yang Jeannifer bilang, kehidupan orang itu bisa berubah jika ada yang memperhatikan dan ada yang melakukan sesuatu. Aku melihatnya sendiri, sewaktu aku bekerja sementara di NGO Save The Children. Aku hanya mempunyai satu kehidupan – dan aku tidak mau membuangnya untuk hal-hal yang sementara; aku mau melihat anak-anak, terutama di Indonesia, mempunyai kesempatan untuk mendapatkan masa depan yang cerah.

Jessica bersama dengan koleganya di Dutch Embassy in Indonesia

JK: Kamu mengagumkan. Aku senang mendengar kamu mempunyai visi itu dan melakukan sesuatu untuk mendapatkannya. Apa ada hal lain yang kamu lakukan untuk mencapai visi mu itu?

Jes: Wah, terima kasih. Ya! Setelah bekerja dengan Save The Children dan berbicara dengan beberapa orang mengenai rencanaku, aku sadar bahwa aku memerlukan koneksi yang luas. Terutama untuk menyebarkan kesadaran akan isu tersebut, berpartisipasi dalam acara-acara dan juga untuk penggalangan dana. Dengan adanya pencerahan tersebut, aku mulai bekerja di tempat dimana-mana aku dapat menemukan orang-orang tersebut – otoritas internasional seperti Kedutaan Besar Kerajaan Belanda dan perusahaan besar seperti Shopee. Aku juga memakai keterampilan komunikasiku supaya aku bisa menyampaikan visi dan pesan NGOku di kemudian hari.

Jalan-jalan di Bali: Jeannifer bersama kelas Jessica di acara perpisahan di Bali

JK: Kamu telah menginspirasi ku Jessica. Jeannifer, kamu terlihat seperti sedang berpikir, apa yang kamu pikirkan?

Jean: Haha! Kamu lihat saja. Aku sedang bertanya-tanya, apa yang terjadi selama beberapa tahun belakangan ini, tiba-tiba Jessica sudah menjadi sangat dewasa, penuh dengan banyak keyakinan dan tujuan hidup. Aku senang untuk mu, Jes.

Jes: Makasih, Miss Jean… Perjalananku tapi masih panjang.

Jean: Iya, betul. Tetapi aku tetap bangga.

Sambutan yang hangat: Jessica merasa disambut dengan hangat dan penuh energi di hari keduanya di kantor baru, berkat kolega nya di Shopee

JK: Dapat mendengar pembicaraan seperti ini adalah salah satu alasan mengapa aku menyukai pekerjaan ku. Yuk kita rampungi saja pembicaraan ini biar kalian bisa lanjutkan obrolan kalian.

Jessica, apa kamu ada beberapa pesan bagi mereka yang mempunyai visi yang hanya sekedar mimpi saja sekarang ini?

Jes: Mulai dengan mengubah mimpimu menjadi visi yang tertulis. Sewaktu kamu mengeluarkan kata “mimpi” dari benakmu, dan menggantikannya dengan “visi”, kamu bisa melihat jalan mu dan pilihan-pilihan mu lebih jelas lagi. Bahkan jika kamu mempunyai pekerjaan full-time yang tidak secara langsung berkaitan dengan visimu, kembangkan dirimu dan skills mu di posisi itu, kamu tidak tahu itu bisa saja menjadi sesuatu hal yang berguna di masa depan. Kalau kamu benar-benar berada di pekerjaan atau posisi yang tidak dapat membantumu sama sekali, cobalah mencari pekerjaan baru yang dapat membantumu. Ambil kelas-kelas online, coba lanjutkan studimu, ubah CV mu dan berupayalah melakukan segala hal untuk membuatmu sampai ke titik yang kamu mau.

Jeannifer mengepalai tim partnership Shopee, dan memastikan hubungan yang terkelola dengan baik bersama para partner. Di foto ini ada board of directors dari BCA dan juga CEO Shopee, Chris Feng

JK: Wow. Kamu sungguh dewasa, Jessica. Aku belajar banyak dari kamu. Aku gak sabar untuk melihat NGOmu di kemudian hari! Bagaimana dengan mu, Jeannifer? Apa ada yang mau kamu katakan ke para pembaca, atau mungkin, ke murid-murid mu yang lain, yang telah mengikuti perbincangan ini sampai akhir?

Jean: Aku berharap kalian semua dalam keadaan baik. Apa yang Jessica katakan itu benar – keluarlah dan cobalah hal-hal baru. Aku secara pribadi juga mencoba berbagai macam peran dan posisi sebelum sampai pada posisi ku sekarang ini. Dan, aku masih belum selesai. Cobalah beberapa posisi, tetapi jangan menjadi “pelompat”. Banyak milenial sering gonta-ganti pekerjaan. Jangan lakukan hal tersebut, di setiap posisi yang kalian terima, milikilah sifat positif dan hitunglah berkat-berkatmu. Pada saat yang bersamaan, buatlah target di area-area yang kamu rasa perlu kamu kembangkan, dan tahu batasan-batasan mu sebelum kamu mencoba hal yang baru lagi.

Yang terutama, buatlah rencana dan bangung itu perlahan-lahan. Mengertilah bahwa sesuatu itu terjadi karena sebuah alasan, jadi kamu tidak akan patah semangat jika tidak ada perubahan di waktu yang singkat. Kerjakan lah dengan semangat, dan berilah waktu. Kamu pasti akan sampai ke tujuanmu.


Terima kasih, Jeannifer, untuk telah meyakinkan kita. Dan juga terima kasih Jessica, untuk telah berbagi saran yang sangat berguna buat kita! Ini telah menjadi perbincangan yang sangat seru. Untuk membaca lebih lanjut lagi, kalian dapat mengikuti website ini dan juga mengikuti penulis kita: Jocelyn Kaylee Neo di LinkedIn. Sampai jumpa!